Sama dengan program atau metode lain, Lean Six Sigma memiliki branding yang bebas untuk dikomunikasikan ke publik atau penggunanya. Banyak perusahaan yang sesungguhnya mengimplementasikan Lean Six Sigma, namun tidak secara langsung memakai nama Lean Six Sigma. Istilah Lean Six Sigma sendiri sesungguhnya merupakan branding baru dari beberapa program business improvement sebelumnya, seperti misalnya Total Quality Management (TQM).
TQM Vs. Lean Six Sigma
Ada anggapan yang mengatakan bahwa Lean Six Sigma adalah “barang lama dalam kemasan baru”. Mungkin ada benarnya, karena Lean Six Sigma jelas merupakan pengembangan dan bentuk modern dari konsep Total Quality Management (TQM).
TQM yang awalnya adalah sebuah sistem manajemen kualitas yang menyeluruh, yang sebelumnya merupakan pekerjaan yang hanya menjadi tanggung jawab departemen quality control atau operasional, kini adalah sistem perbaikan yang menjadi tanggung jawab seluruh komponen di perusahaan. Namun saat ini TQM mulai kehilangan popularitas karena konsepnya dianggap tidak dapat lagi memuaskan organisasi yang menjalankannya. TQM perlahan mulai usang; dianggap tidak sesuai lagi dengan dunia bisnis modern.
Pada saat bersamaan, dunia bisnis modern menuntut organisasi untuk terus mencari cara agar mampu bertahan (sustainable), meningkatkan keuntungan (profitable), mampu memuaskan pelanggannya, dan memiliki cost structure yang lebih baik. Tujuan-tujuan ini diupayakan dengan cara terus menerus memperbaiki kualitas produk, kualitas proses, dan sistem. Karena kebutuhan meningkat, TQM pun mengalami banyak perubahan dan modifikasi. Isi, konsep, dan pedoman TQM menalami banyak sekali perbaikan dan penyesuaian. Terlepas dari konsep-konsep TQM yang sangat luas, hasil modifikasi dan modernisasi TQM-lah yang saat ini kita kenal dengan Lean Six Sigma.
Lean Six Sigma Branding
Lean Six Sigma merupakan branding bagi program continuous improvement yang melibatkan change agents dengan kemampuan problem solving dan project management yang tinggi. Program ini berfungsi menerjemahkan agenda utama perusahaan menjadi proyek-proyek, dan dipermudah dengan menekankan penggunaan metodologi terstruktur dengan bahasa yang dipahami semua orang. Dengan kata lain, Lean Six Sigma adalah salah satu prorgam improvement dengan infrastruktur yang jelas dan dapat diaplikasikan di perusahaan dengan berbagai skala ukuran dan skala kompleksitas.
Program seperti Lean Six Sigma selalu dibanderol dengan satu hal, yaitu PERUBAHAN (change). Inilah yang membuat program improvement selalu terkesan menakutkan. Namun branding yang tepat akan bisa menurunkan intensitas kekhawatiran dan akan meningkatkan interest dari karyawan di perusahaan.
Sebagai contoh, jika kita memberi judul “Proyek Efisiensi” atau “Cost Reduction”, akan ada kelompok karyawan yang akan merasa terancam kehilangan posisinya di perusahaan, dan hal semacam ini akan menimbulkan resistensi atau bahkan reaksi negatif dari mereka. Karena itulah branding menjadi sebuah titik yang penting.
Menariknya, nama Lean Six Sigma kadang juga terkesan menakutkan, karena identik dengan perusahaan-perusahaan raksasa. Banyak yang membayangkan bahwa program ini sangat rumit dan kompleks, penuh statistik yang merepotkan, dan hanya sesuai untuk perusahaan besar. Karena itulah akhirnya perusahaan menggunakan banyak branding berbeda untuk Lean Six Sigma, menggantinya dengan nama lain yang terkesan lebih sederhana.
Branding-branding yang digunakan untuk melabeli Lean Six Sigma umumnya disesuaikan dengan bidang dan program perusahaan. Perusahaan bisa saja menyebutnya “ABC Way”, perusahaan lain menamainya “Metode DEF”, atau “The GHI Transformation Program”, atau “JKL Excellent” dan seterusnya, tapi sejauh program itu memiliki elemen lengkap Lean Six Sigma, maka efeknya sama saja. Branding dilakukan dengan tujuan agar program itu lebih menarik, menantang, dan dapat diterima perusahaan.
Green Belt dan Black Belt Branding
Penggunaan istilah Green Belt dan Black Belt juga termasuk branding. Istilah belt tersebut merujuk kepada kualifilkasi individual mengenai tingkat kemampuan, konsentrasi, energi, penguasaan tool dan bidang kerja tertentu.
Sebenarnya penggunaan Belt sebagai istilah bukanlah harga mati. Banyak perusahaan yang menggunakan istilah lainnya, seperti Red Hat dan Yellow Hat. Namun Green Belt dan Black Belt masih merupakan istilah yang paling sering digunakan, karena lebih familiar, dan telah banyak institusi yang memberikan sertifikasi eksternal untuk dua peran ini.
Istilah Green Belt dan Black Belt sebagai branding bermanfaat untuk menumbuhkan motivasi bagi anggota tim. Mengkomunikasikan bahwa Black Belt adalah posisi atau level yang istimewa, memicu mereka yang tergolong Green Belt untuk belajar lebih banyak agar dapat mencapai posisi Black Belt. Hal serupa berlaku bagi mereka yang levelnya masih di bawah Green Belt dan Black Belt.
Tertarik mengetahui pelatihan Black Belt atau Green Belt? Klik di sini.
Sekarang ini banyak pemimpin perusahaan mengalami kesulitan dalam mengubah budaya organisasinya, tepatnya budaya karyawannya. Para pemimpin perusahaan dituntut untuk mampu meningkatkan produktivitas, membuat karyawan lebih disiplin dalam bekerja, menurunkan biaya produksi, sampai tujuan akhirnya adalah meningkatkan keuntungan perusahaan.